‘Fantastic Four’: Reboot yang Mengecewakan
Jakarta –
Di atas kertas, proyek reboot Fantastic Four ini bisa menjadi sebuah petualangan sinematik yang menyenangkan. Dengan banyaknya saingan, terutama dari impor Marvel yang dibuat dengan resep yang sangat paten, para pembuat Fantastic Four harusnya bisa menggunakan persaingan ini untuk membuat film yang sebaik-baiknya. Nyatanya, reboot ini menjadi sebuah kekecewaan yang terdalam dan masa depan yang suram bagi calon franchise ini.
Dalam versi reboot ini kita masih diperkenalkan dengan karakter-karakter yang sama namun dengan awal mula yang berbeda. Reed Richards (Owen Judge sebagai masa kecil) adalah seorang jenius yang tidak dimengerti orang-orang. Ketika dewasa (Miles Teller), dia dan sahabatnya, Ben Grimm (Jamie Bell) masih mempunyai misi yang sama untuk mengembangkan mesin teleportasi mereka. Yang akhirnya menarik perhatian Dr. Franklin Storm (Reg E. Cathey) untuk membawa Richards ke institusinya.
Di sana Richards bertemu dengan Sue Storm (Kate Mara) dan Johnny Storm (Michael B. Jordan). Setelah proses penelitian yang sama, ketiganya bersama Ben dan juga Victor (Toby Kebbell) menjajal mesin teleportasi yang pada akhirnya menyebabkan kecelakaan yang mengubah mereka semua. Dan, di sinilah kisah mereka dimulai.
Berbeda dibanding versi Tim Story tahun 2005 yang relatif ringan dan penuh dengan humor, Fantastic Four versi reboot ini mengambil jejak DC untuk mengubah mereka menjadi blockbuster yang serius. Josh Trank, setelah selesai dengan coming-of-age superhero mockumentary berjudul Chronicle, mengeset film ini dengan nada yang cukup pas. Sampai akhirnya mimpi buruk editing dimulai.
Kisruhnya proses pembuatan Fantastic Four memang berpengaruh banyak terhadap hasil akhir film ini. Jika Anda gemar membaca gosip dan pemberitaan seputaran film ini, pasti tahu bahwa banyak pihak mengatakan, hasil akhir film ini diedit tanpa kehadiran Trank. Hollywood Reporter melaporkan bahwa kisruh produksi ini sudah tercium sejak 20th Century Fox mencabut tiga adegan action pieces yang dijanjikan. Kemudian ada berita tentang perangai sang sutradara yang tidak sehat di lokasi.
Benar atau tidaknya gosip tersebut memang tidak relevan. Namun, jika Anda melihat hasil filmnya yang sangat terasa tidak seimbang dan timpang, gosip-gosip tadi seperti potongan puzzle yang hilang dan kini telah ditemukan. Skrip yang ditulis oleh Jeremy Slater, Simon Kinberg dan Josh Trank sendiri hanya seperti sebuah panduan. Paruh pertama film, meskipun lambat, terasa cukup menarik. Berbagai latar belakang per karakter dijelaskan dengan cukup asik. Mood yang dark juga cukup membantu. Membuat penonton Chronicle akan merasakan sedikit deja vu. Kemudian di paruh kedua film, Fantastic Four berubah menjadi film yang sama sekali berbeda. Film ini menjadi konyol, tidak masuk akal dan bahkan berlebihan.
Ketidakpercayaan diri 20th Century Fox dengan film ini juga terlihat pada pengerjaan visual efek di bagian paruh kedua film yang terlihat seperti film murah, bukan seperti blockbuster mahal yang dirilis di musim panas. Kelima aktor muda yang berbakat juga terasa seperti robot yang hanya bergerak kaku dan mengucapkan dialog-dialog murahan.
Fantastic Four memang diakhiri dengan nada optimis seakan-akan film ini akan bisa menarik orang untuk menonton sekuelnya. Melihat hasil akhir film ini, sepertinya rencana itu hanyalah sebatas mimpi saja.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta
sumber : http://hot.detik.com/movie/read/2015/08/18/130846/2994471/218/2/fantastic-four-reboot-yang-mengecewakan