‘A Monster Calls’: Dongeng Monster Pohon yang Mencerahkan
Jakarta – Conor O’Malley (Lewis MacDougal) adalah bocah yang sedang mengalami saat-saat paling susah dalam hidupnya. Ayahnya (Toby Kebbell) absen dalam hidupnya. Di sekolah dia di-bully oleh teman-temannya. Neneknya (Sigourney Weaver) penuh dengan larangan. Dan ibunya (Felicity Jones) sedang sakit.
Di tengah itu semua, Conor mengalami mimpi buruk yang membuat malam-malamnya menjadi seolah tak berakhir. Pensil dan kertas kemudian menjadi pelariannya. Kemudian muncullah monster dari pohon yew dekat rumahnya yang mendatanginya secara tiba-tiba. Monster ini memberikan proposal unik. Dia akan memberikan tiga cerita kepada Conor, dan Conor akan memberikan kisah keempat kepada si monster.
Conor memang tidak mengerti dengan maksud hadirnya monster ini. Namun, di akhir hari, dia akhirnya sadar betapa pentingnya kehadiran monster dan makna kejujuran dalam hidupnya.
‘A Monster Call’ adalah film berikutnya dari sutradara J. A. Bayona setelah ‘The Orphanage’ yang merupakan film horor psikologi, dan ‘The Impossible’ yang merupakan sebuah drama keluarga. Dalam sekali lirik, film ini mungkin hanya sebuah fantasi anak-anak biasa. Namun Anda akan terkejut begitu menyelam ke dalamnya.
Mengadaptasi novelnya sendiri, Patrick Ness cukup lihai dalam memilih bagian-bagian mana yang patut diceritakan, dan mana yang dibuang. Skrip yang ditulis Ness ringkas, jelas dengan bumbu-bumbu emosional yang pas. Ness tidak menyuapi penonton dengan eksposisi yang penuh penjelasan. Semua pemaparan terjadi secara singkat dan sekelebat yang justru membuat film ini terasa lebih spesial.
‘A Monster Call’ adalah sebuah film yang rumit karena film ini menceritakan tentang bagaimana cara berduka melalui perspektif seorang anak kecil. Dan Ness berhasil menyampaikan itu dengan sukses. Dari awal kita melihat dari sudut pandang Conor yang akhirnya membawa kita ke dalam sebuah perjalanan emosi yang memuaskan sekaligus memilukan.
Bayona menerjemahkan skrip dari Ness dengan keahlian yang hanya bisa dilakukan oleh seorang pembuat film tingkat ahli. Yang paling penting dalam film ini adalah akting para pemain utamanyanya. Susah untuk peduli dengan kisah ini jika sosok Conor tidak bisa menyampaikan emosi dengan baik. Dan Lewis MacDougall sebagai Conor menampilkan sosok Conor lebih dari epik. Semua emosinya terasa, menembus layar bioskop.
Begitu Conor menangis meraung-raung, Anda akan merasakan hal yang sama karena semua kepedihan yang dia sampaikan terasa begitu nyata. Chemistry-nya dengan Felicity Jones dan Sigourney Weaver juga sangatlah kuat meskipun screen time mereka tidak banyak.
Dengan akting aktor-aktornya yang mumpuni, Bayona kemudian melukis ‘A Monster Call’ dengan visual yang begitu mendebarkan. Oscar Faura membuat dunia Conor dengan warna-warna dingin dan kelam yang begitu cocok dengan tema film ini. Animasinya pun diwarnai dengan warna-warna yang cerah namun terkesan gloomy.
‘A Monster Call’ adalah sebuah pencapaian menarik bagi Bayona yang berhasil mempersembahkan cerita anak manusia dalam keadaan terburuknya dalam sebuah frame fantasi yang cukup menghibur. Bagi Anda yang pernah merasa kehilangan, apapun yang terjadi dalam film ini akan gampang untuk membuat Anda berurai air mata. Film ini tak hanya tontonan yang menyenangkan, namun juga pil pahit yang harus ditelan: kadang-kadang monster yang paling nyata dalam hidup kita adalah diri kita sendiri.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.
Source:
http://hot.detik.com/premiere/3320949/a-monster-calls-dongeng-monster-pohon-yang-mencerahkan