‘Nerve’: Mengapa Kita Begitu Mudah Kecanduan Internet?

7ab870b3-8dfb-4a64-a70f-12c35a3a87cc_169Jakarta – Venus atau yang akrab disapa Vee (Emma Roberts) adalah seorang gadis remaja yang pasif. Vee memilih untuk diam dan menurut permintaan ibunya kuliah di kampus lokal di Staten Island hanya karena dia mendapatkan beasiswa di sana daripada memenuhi keinginan hatinya untuk bersekolah di California Institute of Arts. Vee memilih untuk nge-blur di background, memotret dari jauh pujaan hatinya daripada benar-benar mendatangi kecengannya dan mengajaknya berkencan.

Semuanya berubah siang itu ketika sahabatnya yang pemberani, Syd (Emily Meade), mendatangi kecengan Vee dan menanyainya apakah dia mau jalan dengan Vee. Jawaban yang didapat membuyarkan mimpi-mimpi Vee. Kalut, Vee mengayuh sepedanya dan pulang ke rumah. Dan saat itulah dia memutuskan untuk menjadi pemain dalam sebuah game underground terkenal bernama Nerve.

Dalam permainan Nerve, peserta hanya diberi dua opsi: menjadi penonton atau menjadi pemain. Jika memilih menjadi penonton, peserta harus membayar biaya langganan untuk menonton para pemain. Jika memilih menjadi pemain, peserta harus menuruti perintah game untuk melakukan hal-hal gila sampai sang peserta akhirnya menjadi pemenang. Semakin ekstrem hal yang harus dilakukan, semakin tinggi pula dollar yang akan didapat.

Sahabat Vee, Tommy (Miles Heizer) memperingatkan soal kesembronoan mendadak ini. Tapi tekad Vee sudah bulat. Dia sudah muak duduk di kursi penumpang. Sekali ini, dia ingin menyetir sendiri jalan hidupnya. Dan tantangan pertamanya adalah mencium orang asing. Ketika Vee akhirnya bertemu dengan Ian (Dave Franco) di sebuah jamuan makan malam dan dengan nekad menciumnya, Vee pun tercebur dalam jurang petualangan yang akhirnya membawa ke dalam kegilaan yang tidak dia perkirakan sebelumnya.

Diadaptasi dari buku karya Jeanne Ryan, Jessica Sharzer menulis skenario ‘Nerve’ dengan baik. Dari awal penonton langsung tahu karakteristik Vee. Yang menjadikan film ini menarik adalah eksekusi Henry Joost dan Ariel Schulman ((Paranormal Activity 3 dan 4) sebagai sutradara. Dengan perlahan mereka menaikkan tensi film, dari awalnya sebagai film yang “menggemaskan” menjadi sebuah thriller yang solid begitu penonton tahu betapa berbahayanya permainan Nerve tersebut.

Ini memang sebuah film anak muda yang ringan. Setiap gambar dalam film ini meneriakkan kekinian. Dengan visual yang bercahaya neon, soundtrack yang diisi bintang-bintang hits, deretan pemain dari aktor-aktor kinyis—Juliette Lewis satu-satunya pemain dewasa dalam film ini—dan bercerita tentang kecanduan anak muda terhadap internet, ‘Nerve’ memang menargetkan anak muda sebagai pangsa pasarnya. Namun, film ini sebenarnya menyajikan lebih dari sekedar dua bintang muda rupawan saling berciuman.

‘Nerve’ dengan cerdas menggambarkan bagaimana sosial media, terutama kaum anomin yang kerap melakukan “bully” di internet, bekerja. Sebagai tontonan hiburan yang ringan, film ini memberikan gambaran terhadap cara kerja internet/sosial media dengan begitu tepat sasaran. Dengan kepopuleran game seperti Pokemon Go, film ini menjelaskan dengan mudah kenapa anak muda begitu gampang kecanduan dengan apapun yang ada di internet.

Dengan dua pemain utama yang kharismatik, ‘Nerve’ menawarkan sebuah permainan yang mengesankan. Temponya yang melayang tanpa henti akan membuat Anda tertawa-tawa sebelum akhirnya cengiran Anda berhenti dan berubah menjadi ketakutan. ‘Nerve’ mungkin film remaja cetek. Tapi, jelas mempunyai sesuatu untuk diutarakan.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.

Source:
http://hot.detik.com/premiere/d-3294013/nerve-mengapa-kita-begitu-mudah-kecanduan-internet

Whatsapp