Captain America the Civil War, Drama Keluarga Kaum Superhero
Jakarta –
Ada banyak hal yang terjadi dalam ‘Captain America: The Civil War’. Film terbaru Marvel yang siap melawan ‘Ada Apa Dengan Cinta 2’ ini mempersembahkan sebuah konsep epik tentang apa yang terjadi jika dua pahlawan yang ada di kubu yang sama saling berbeda pendapat. Tentunya dengan kekuatan yang luar biasa mereka tidak akan menyelesaikan adu argumen dengan duduk di meja dan saling tuding. Mereka bukanlah politikus. Semua argumen mereka akan berakhir denga ledakan dan puing-puing pesawat berhamburan.
Tapi, bukankah ‘Batman v. Superman: Dawn of Justice’ sudah melakukannya duluan sebulan sebelumnya? Memang benar. Tapi, film tersebut menuai begitu banyak pro dan kontra dari penontonnya. Fans berat komiknya mengatakan dengan keras bahwa ‘Dawn of Justice’ hanya bisa dinkmati oleh orang-orang yang tahu sejarah komiknya. Mereka juga acap menggunakan alasan “kalian semua sudah terbiasa menonton film Marvel yang bodoh”. Penonton kebanyakan menyalahkan editing yang draggy dan motivasi karakter yang ambigu. Apapun alasannya semuanya bisa diterima karena pengalaman menonton selalu personal. Yang jelas: ‘Captain America: The Civil War’ akan membuat banyak penonton meninggalkan teater dengan puas.
Film ini dimulai dengan sebuah pertanyaan penting tentang peran Avengers dalam menjaga kedamaian. Setelah kejadian di New York dalam ‘The Avengers’, kejadian di Washington dalam ‘Captain America: Winter’s Soldier’ dan kejadian di Sokovia dalam ‘The Avengers: Age of Ultron’, para pemimpin dunia mempertanyakan apakah pencegahan kiamat yang dilakukan oleh para Avengers ini sebanding dengan banyaknya manusia tak bersalah yang menjadi korban?
Beberapa anggota Avengers seperti Tony Stark (Robert Downey Jr.) dan Rhodey (Don Cheadle) mendukung upaya PBB untuk menaruh Avengers di bawah otoritas mereka. Sementara itu, Steve Rogers (Chris Evans) dan Sam Wilson (Anthony Mackie) menolak ide ini. Tujuan PBB memang baik, tapi apa yang terjadi jika niat baik itu berpindah tangan? Visi dan misi akan selalu berubah sesuai dengan keinginan pemimpin.
Belum cukup soal ini memanas, sahabat karib Steve Rogers, Bucky Barnes (Sebastian Stan), tertangkap kamera dalam kasus peledakan yang mengakibatkan banyak petinggi dunia tewas. Dunia pun menginginkan Bucky Barnes alias Winter Soldier untuk mati. Captain America tak membiarkan itu terjadi. Iron Man sementara itu berjanji kepada pemerintah akan membawa si pelaku diadili seberat-beratnya. Maka perbedaan ini pun menjadi jurang pemisah diantara mereka dan membuat semua orang bertanya: apakah Avengers akan bisa kembali seperti sedia kala?
‘Captain America: The Civil War’ bisa dengan mudah disebut sebagai ‘Avengers 3’ kalau saja Thor, Hulk dan Nick Fury ikut berpartisipasi dalam perang mahadahsyat ini. Tapi bahkan tanpa kehadiran mereka bertiga, film ini cukup spektakuler.
Penulis skrip Christopher Markus dan Stephen McFeely melakukan hal yang benar dengan membiarkan semua konfliknya tertata dulu sebelum dia memboyong semua superhero yang ada untuk menarik pundi-pundi dollar yang sangat diinginkan Marvel. Opening-nya pun dibuat sedemikian misterius dan penting sehingga ketika Markus dan McFeely membayarnya di babak ketiga, penonton akan melihat alasan yang jelas kenapa dua kubu saling bersitegang.
Konflik dasar ‘The Civil War’ memang lebih sederhana jika dibandingkan dengan konspirasi tusuk dari belakang yang disajikan dalam ‘The Winter’s Soldier’. Jika ‘The Winter’s Soldier’ bergerak seperti film spionase, maka ‘The Civil War’ lebih seperti drama keluarga. Hanya saja drama keluarga tersebut terjadi dalam lingkup superhero. Kesannya memang terlalu dramatis, namun untungnya dieksekusi dengan baik.
Russo Brothers kembali duduk sebagai sutradara setelah tangan dingin mereka membuat ‘The Winter’s Soldier’ menjadi gemilang. Mereka berdua tahu benar bagaimana cara menjaga emosi dan meramu adegan. ‘The Civil War’ memang kurang komikal jika dibandingkan dengan banyam film Marvel lainnya. Tapi paling tidak, Russo Brothers tahu bagaimana menjaga dinamika setiap karakternya sehingga penonton bisa paham setiap keputusan yang diambil para karakternya.
Pergerakan kameranya pun juga bertambah liar dan atraktif. Hilang sudah semua unsur classy dan steady. Dalam sekuens kejar-kejaran di Lagos yang menegangkan, kamera milik Trent Opaloch bergerak lincah seperti kesurupan Jason Bourne. Didukung dengan para stuntman yang gila dan koreografi yang sakti, adegan perkelahian di film ini akan membuat banyak penonton bersorak.
Seperti halnya ‘Batman v. Superman’ yang memperkenalkan calon film solo superhero lain, ‘The Civil War’ juga melakukannya dengan mempersembahkan kemunculan perdana Black Panther (Chadwick Boseman) dan Spider-Man yang baru (Tom Holland) kepada kita semua. Bedanya, kehadiran mereka tidak terasa mengada-ada tapi terjalin rapi dengan jahitan ceritanya. Pemilihan casting yang tepat juga membuat kehadiran mereka menjadi ditunggu-tunggu.
Dengan bujet mahal yang dihabiskan untuk mempersembahkan CGI yang pol-polan, visual yang prima dan sound design yang menggelegar, ‘Captain America: The Civil War’ adalah sebuah film yang patut disambut kehadirannya, terutama bagi Anda semua para penggemar Marvel. Juga, untuk melupakan bahwa ‘The Avengers: Age of Ultron’ pernah ada.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta
Sumber :
https://hot.detik.com/movie/read/2016/04/28/115903/3198723/218/captain-america-the-civil-war-drama-keluarga-kaum-superhero