‘3 Days To Kill’: Drama Keluarga Seorang (Pensiunan) Pembunuh
Mantan pembunuh bayaran canggih, Ethan Rener (kembalinya si Kevin Costner sebagai jagoan), memutuskan untuk mengisi masa pensiunnya dengan menjalin benang yang sudah lama terputus dengan istrinya, Christine (Connie Nielsen) dan sang putri, Zoey (Hailee Steinfeld). Pekerjaan ini agak susah mengingat di masa lalunya Ethan telah pekerjaannya ketimbang keluarga. Tapi, dia tetap mencoba dan berusaha.
Kemudian datanglah si femme fatale dalam bentuk seksi, dominan, berambut pirang, berbibir merah dan bertubuh sintal. Si Vivi (Amber Heard) yang merupakan seorang utusan langsung dari bos CIA, memberikan pekerjaan baru kepada Ethan untuk membunuh The Albino (Tomas Lemarquis) dan sebagai gantinya, Vivi akan memberikan obat eksperimen yang akan memperpanjang hidupnya.
Di-set di negara eksotis seperti Prancis dan ditulis oleh filmmaker kawakan Eropa, Luc Besson dan Adi Hasak, sutradara McG sepertinya melupakan ramuannya dalam membuat film action yang “sangat Amerika”. ‘3 Days To Kill’, baik secara pengadeganan maupun cerita, sangat terasa Eropa. Mood-nya mirip dengan film-film action Eropa terkenal seperti ‘The Transporter’, ‘Malavita’ atau semua film-film Luc Besson yang lainnya.
Bagi Anda yang mengharapkan gambar eye candy yang penuh warna dengan saturasi tinggi yang menjadi ciri khas McG seperti dalam dua film ‘Charlie’s Angels’ atau ‘This Means War’, ‘3 Days To Kill’ tidak memberikan itu semua. Tapi, bukan berarti ‘3 Days To Kill’ tidak memberikan sequence action yang jelek. McG masih bisa diharapkan untuk memberikan adegan-adegan perkelahian dan kejar-kejaran dengan baik.
Masalah utama dalam ‘3 Days To Kill’ adalah premis film itu sendiri. Di trailer-nya, film ini dijual sebagai film yang action-packed dengan nuansa ala film ‘Taken’ yang dibintangi oleh Liam Neeson (yang juga merupakan aktor senior yang semakin tua semakin aktif main film action). Judulnya pun mengindikasikan bahwa film ini adalah film pemacu adrenalin paten. Namun, kenyataannya film ini jauh dari itu semua.
‘3 Days To Kill’ kebingungan memilah-milah mana yang mau diceritakan. Porsi pertamanya jelas dipakai untuk pamer adegan aksi perkelahian yang canggih. Porsi keduanya adalah komedi khas Luc Besson –seperti yang dia lakukan pada ‘Malavita’– yang menempatkan sang jagoan di posisi yang kocak namun tetap menegangkan. Porsi ketiga –dan yang paling mengherankan karena bagian ini paling menyita film– adalah bagian drama keluarga.
Banyak film action yang memang memakai keluarga sebagai katalis utama. Dan, itu memang kerap berhasil. Keluarga atau orang-orang dekat tercinta adalah cara paling gampang untuk menarik simpati penonton agar mendukung terus sang jagoan. ‘Die Hard’, ‘Taken’, ‘Crank’ dan banyak judul lainnya melakukan hal tersebut. Dalam ‘3 Days To Kill’, keluarga tidak hanya menjadi alasan tetapi menjadi sebuah cerita sendiri yang sayangnya menyita adegan action yang harusnya lebih banyak.
Tidak seimbangnya porsi tersebut membuat ‘3 Days To Kill’ menjadi sebuah film action yang tanggung. Terutama jika mereka menjualnya sebagai film aksi paling ganas tahun ini. McG pun masih agak kesusahan untuk mengatur tempo dari satu mood ke mood yang lain. Berbeda dengan Luc Besson yang sudah fasih melakukannya, seperti yang ia lakukan pada film-filmnya.
Meskipun begitu, ‘3 Days To Kill’ tetap lumayan enak untuk ditonton. Kalau Anda tidak keberatan dengan film action yang tak begitu pamer –apalagi ditambah aksi Kevin Costner yang tak pernah mengecewakan– ‘3 Days To Kill’ bolehlah ditengok. Tapi, kalau memang Anda penggemar film pemompa jantung level tertinggi, mungkin ada baiknya menunggu film terbaru Liam Neeson keluar di bioskop.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta
Sumber :
Download : http://hot.detik.com/movie/read/2014/02/28/135211/2511338/218/3-days-to-kill-drama-keluarga-seorang–pensiunan–pembunuh
Download : 3 Days To Kil Drama Keluarga Seorang (Pensiunan) Pembunuh