‘The Legend of Tarzan’: Cerita Baru Sang Legenda Hutan

Jakarta – Legenda tentang seorang manusia yang dibesarkan oleh sekawanan kera sudah dibuat dalam berbagai versi. Dari Disney sampai live action. Yang paling anyar adalah versi sutradara empat jilid terakhir Harry Potter, David Yates dengan Alexander Skarsgard sebagai si Tarzan.

Sebagai sebuah reboot, kita langsung diajak untuk melihat apa yang terjadi dengan si Tarzan setelah dongeng itu berakhir. Tarzan alias John Clayton III menikmati hidupnya sebagai bangsawan di Inggris. Semua orang mendengar namanya dan menginginkannya. Terutama Perdana Menteri Inggris (Jim Broadbent) yang menginginkan kehadiran John sebagai ikon untuk menyambangi Boma atas pengembangan Congo di Afrika. Perwakilan dari Amerika, George Washington (Samuel L. Jackson) juga mendukung jni.

Sementara John menolak permintaan itu dengan halus, Jane (Margot Robbie) menikmati perannya sebagai sosialita. Ketika akhirnya John memutuskan pergi ke Afrika setelah persuasi George Washington, Jane memaksa untuk ikut. John lagi-lagi menolak ide itu. Tapi Jane bersikeras. Akhirnya berangkatlah mereka berdua bersama George Washington ke Afrika.

Ternyata ada bahaya yang menunggu John di Afrika. Leon Rom (Christoph Waltz) yang diutus oleh Raja Belgia sudah menanti John untuk diganti dengan sejumlah berlian. Saat Leon Rom akhirnya menculik Jane, John pun tak ada pilihan lain untuk kembali menjadi Tarzan.

Skrip yang ditulis oleh Adam Cozad dan Craig Bewer sesungguhnya memberikan beberapa hal yang cukup menarik meskipun masih ada kekurangan di sana sini. Salah satunya adalah resolusi yang lemah. Dengan build-up dan establishment yang bombastis, ‘The Legend of Tarzan’ justru kehilangan taringnya di saat-saat terakhir. Solusi akhirnya kurang menggelegar meskipun David Yates mengerahkan seluruh fauna yang ada di Afrika untuk sequence yang spektakuler.

Yang menarik adalah bagaimana Cozad dan Bewer memberikan perspektif baru terhadap sosok Tarzan. Daripada melihat cerita basi yang sudah kita kenal, kita kembali dikenalkan terhadap sosok legendaris ini melalui perspektif baru dengan storytelling yang cukup fresh. Flashback yang digunakan untuk melihat awal mula mitologi Tarzan bisa jadi bumerang. Namun dalam kasus ini, flashback tersebug justru menambah intensitas adegan. Penonton jadi lebih mengerti pribadi John/Tarzan yang lebih pendiam dan betapa terikatnya dia dengan alam.

Membuat sebuah tokoh menjadi kompleks tanpa banyak dialog akan menjadi hal yang susah jika David Yates tidak menemukan aktor yang tepat untuk menjadi si raja hutan tersebut. Alexander Skarsgard, si vampir Eric dari serial HBO ‘True Blood’, ternyata lebih dari mumpuni untuk memerankan Tarzan versi millenial ini. Tidak hanya secara fisik Skarsgard meyakinkan untuk menjadi Tarzan yang seperti patung Yunani, Skarsgard juga ahli menyampaikan emosi yang kompleks hanya lewat ekspresi wajah.

Marot Robbie dan Christoph Waltz memang tidak memiliki karakter yang jauh lebih kuat. Tapj setidaknya mereka semu menjalankan tugasnya dengan baik. Margot Robbie mempunyai chemistry yang baik dengan Skarsgard. Setiap kali sosoknya muncul di layar, suasana film menjadi lebih hangat. Waltz disisi lain mungkin kurang sesangar penampilannya di film Tarantino, tapi dia masih tetap bisa dihandalkan untuk membuat penonton kesal.

Dengan visual yang epik dan suasana yang moody, ‘The Legend of Tarzan’ akan menghibur setiap penonton, terutama generasi millenial. Sebagai sebuah film musim panas, The Legend of Tarzan adalah sebuah hiburan yang lebih dari kompeten untuk menjalankan tugasnya.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.

Sumber:
http://hot.detik.com/premiere/3251279/the-legend-of-tarzan-cerita-baru-sang-legenda-hutan

Whatsapp