‘Pete’s Dragon’: Bocah yang Hidup di Hutan Bersama Naga

5cb62a71-bd3c-4b77-a823-7706ee130eb5_169
Jakarta – Tahun 2016 ini ternyata menjadi tahun pembuktian bagi Disney untuk menjadi satu-satunya studio yang mempersembahkan tontonan paling apik bagi seluruh keluarga. Dimulai dengan ‘The Jungle Book’ yang sanggup mengubah paradigma bahwa Disney ternyata bisa me-remake karya mereka sendiri menjadi tontonan yang berkualitas. Dilanjutkan dengan ‘The BFG’, film mengenai raksasa baik hati yang baru saja tayang ke bioskop kita minggu lalu yang merupakan hasil kolaborasi mutakhir dengan Spielberg.

Disney kemudian melanjutkan parade tersebut dengan ‘Pete’s Dragon’, sebuah remake dari film musikal animasi live-action karya David Lowery. Berbeda dengan versi aslinya yang ber-setting pada awal abad ke-20, ‘Pete’s Dragon’ versi baru ini mengajak kita melihat dunia melalui bocah yatim piatu di awal dekade 80-an.

Sepeninggal kedua orangtuanya, Pete (Oakes Fegley) tinggal di hutan bersama sebuah naga berwarna hijau yang dia beri nama Eliott. Hidup Pete dan Eliott amatlah sederhana. Mereka bersenang-senang, selalu ada satu sama lain. Semuanya berubah ketika Pete bertemu dengan Natalie (Oona Laurence). Pertemuan mereka membuat banyak orang mengetahui sosok Pete. Orang-orang bertanya, bagaimana bisa bocah sepuluh tahun bisa bertahan enam tahun sendirian di hutan? Dan, begitu mereka mengetahui ada naga yang terlibat, dunia pun berputar seratus delapan puluh derajat.

Skrip David Lowery dan Toby Halbrooks begitu sederhana dan singkat. Filmnya dibuka dengan efektif sebelum kita akhirnya melihat bagaimana si tokoh utama menjalani kehidupan sehari-hari. Skrip tersebut kemudian diubah menjadi sebuah film yang sangat menyentuh oleh Lowery.

Seperti halnya ‘Ain’t Them Bodies Saints’, filmnya yang mendapatkan banyak pujian ketika diputar di Sundance, Lowery menggunakan keahliannya untuk merekam perasaan tanpa kata-kata dalam film ini. Hampir semua adegan yang membuat penonton merasakan perasaan hangat, gundah gulana dan kesedihan disajikan tanpa dialog. Lowery tidak hanya ahli merekam perasaan para karakternya namun juga membungkusnya dalam sebuah kisah yang begitu humanis, tanpa kehilangan daya magisnya. Justru dengan keputusan itu, ‘Pete’s Dragon’ terasa jauh lebih emosional daripada ‘The BFG’ atau ‘The Jungle Book’.

Lowery menggunakan lensa Bojan Bazelli dengan begitu optimal. Visual ‘Pete’s Dragon’ tidak hanya terasa sangat nostalgis namun juga memberikan kesan yang hangat. Ini adalah jenis film yang jarang Anda temui. Anda mungkin ingin menontonnya karena ingin melihat film fantasi mengenai naga. Anda akan terkejut ketika Lowery mengecoh dengan sebuah drama keluarga yang akan membuat Anda berkaca-kaca. Bagian magis ‘Pete’s Dragon’ bukan naganya, melainkan momen-momen kecil yang sanggup membuat perasaan Anda meleleh.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.

Source:
http://hot.detik.com/premiere/d-3299525/petes-dragon-bocah-yang-hidup-di-hutan-bersama-naga

Whatsapp