‘The Conjuring 2’: Bermain-main Lagi dengan James Wan

Jakarta – Dengan bujet hanya 20 juta dollar AS dan kembali dengan 300 juta lebih dan menjadi standar baru dalam genre horor, ‘The Conjuring’ yang dirilis tiga tahun lalu kini kembali menghantui bioskop-bioskop kita. James Wan kembali duduk di kursi sutradara bersama Chad Hayes, Carey Hayes dan David Leslie Johnson di departemen skrip.

Setelah meneror orang-orang di pedesaan Amerika, James Wan kali ini memindahkan setting-nya di pinggiran kota Inggris. Ed Warren (Patrick Wilson) dan Lorraine Warren (Vera Varmiga) masih melayani orang-orang tidak beruntung yang harus berhadapan dengan makhluk halus. Setelah kasus Amytiville yang membuat Lorraine was-was, Ed dan Lorraine mendapatkan rekaman suara misterius dari Keluarga Hodgson di Inggris.

Dalam rekaman tersebut mereka mendengar suara seorang laki-laki dewasa yang ternyata keluar dari mulut seorang gadis kecil bernama Janet (Madison Wolfe). Segera, suami istri Warren pergi ke Inggris untuk mengusut kasus ini. Setelah lama berada di sana, Lorraine menyadari bahwa ada bahaya besar yang mengancam nyawa suaminya.

James Wan adalah sutradara yang cukup ahli dalam membuat trend-setter. Film ‘Saw’ melahirkan beberapa jilid sekuel, dan genre torture-porn sempat menjadi komoditi. Kemudian dia melahirkan ‘Insidious’ yang tahun lalu baru saja dirilis bagian ketiganya. ‘The Conjuring’ adalah buah tangannya yang paling berpotensi untuk dijadikan franchise.

Poin positifnya (meskipun sempat mencicipi untuk bermain-main dalam genre blockbuster melalui ‘Furious 7’), James Wan adalah sutradara yang tahu benar bagaimana mengolah sebuah film horor yang bagus. Terserah mau masuk sub-genre apa (slasher seperti ‘Saw’, supernatural horor ala ‘Insidious’), ia tahu luar-dalam genre ini. Tanpa berusaha banyak, ia bisa menjadikan hal-hal biasa yang kita temui sehari-hari menjadi sesuatu yang paling menyeramkan sedunia.

Secara cerita, ‘The Conjuring 2’ memang terasa seperti pengulangan dari film pertamanya. Dibuka dengan “cold open” yang efektif (film sebelumnya tentang Annabelle yang akhirnya merasa berhak dibuatkan film solo, kali ini menampilkan sosok hantu yang sama menyeramkannya dalam kasus Amytiville), film ini kemudian menggiring kita ke kasus utama. Bedanya dengan film pertama, teror yang ada dalam film ini jauh lebih sabar dan perlahan. Setelah enam puluh menit penuh dengan teror, barulah muncul dua karakter utama yang “menyambangi” rumah angker tersebut.

Tetap saja, sebasi apapun ramuan plotnya, James Wan tahu cara memasak film horor yang nampol. Ibarat koki, mau bumbunya itu-itu saja, hasilnya akan tetap terasa spesial. Ia membuat adegan-adegan yang pasti akan membuat Anda ingin tutup mata dan kuping dan berusaha keras untuk tidak berteriak sepanjang film diputar. Bahkan ketika teknik yang dipakai sudah pernah dijumpai di film-film sebelumnya, hasilnya masih tetap sama. Itu karena James Wan tahu benar presisi atmosfer dalam filmnya. Dari awal ia sudah cermat mengatur atmosfir yang kelam dan ganas sehingga tanpa kejadian apa-apa, penonton sudah mengharapkan hal yang terburuk.

Untuk ‘The Conjuring 2’, kamera dari Don Burgess terasa lebih interaktif. Film ini menjadi laksana permainan tanpa henti. Kameranya terus bergerak mengikuti pemainnya. Tidak jarang kameranya sengaja menembus kaca. Gerakannya halus dan jauh lebih sinematik dari film pertamanya. Musik buatan Joseph Bishara juga semakin komplit untuk membingkai mimpi buruk.

Film ini memang agak macet di bagian editing. Ada bagian yang terasa tidak perlu dan tension-nya kurang semenghentak film pertamanya. Secara cerita pun, film ini masih agak familiar dengan film-film tentang exorcism. Namun, sekali lagi, tetap saja film horor karya James Wan selalu membekas. Dan yang ini pun akan tetap membuat Anda terjaga semalaman.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.

Sumber:
http://hot.detik.com/premiere/3231783/the-conjuring-2-bermain-main-lagi-dengan-james-wan

Whatsapp