Cloverfield Lane, Menyuguhkan Rasa Takut Diruang Sempit

Jakarta – Judul ‘Cloverfield’ identik dengan film monster found-footage buatan Matt Reeves dan diproduseri oleh J. J. Abrams yang dirilis pada 2008. Meskipun film monster bukanlah sesuatu yang baru, namun eksekusi dan gaya bercerita film tersebut memberikan kesan yang cukup mendalam yang akhirnya membuat banyak orang menunggu-nunggu lanjutannya.

’10 Cloverfield Lane’ bukanlah lanjutan dari film tersebut. Pemainnya berbeda, gaya berceritanya pun beda, juga musuh yang dihadapi oleh karakter protagonisnya. Film ini menceritakan tentang seorang perempuan muda bernama Michelle (Mary Elizabeth Winstead) yang mengalami kecelakaan. Dia terbangun di sebuah bunker bersama seorang laki-laki paruh baya bernama Howard (John Goodman) dan laki-laki muda yang mengaku tetangga Howard bernama Emmet (John Gallagher Jr.).

Howard berulang kali menyatakan kepada Michelle yang panik bahwa tidak ada lagi yang tersisa di luar sana. Dunia sudah kiamat. Rusia atau mungkin Korea Utara sudah menghancurkan Amerika. Udara di luar ber-racun akibat bahan kimia dan Michelle akan aman jika dia tetap tinggal di bunker tersebut. Michelle tak langsung percaya dan mencoba untuk mengira-ngira apakah dia berada di tempat yang aman atau justru dia berada dalam dekapan si monster.

Ditulis oleh Josh Campbell dan Matt Stuecken serta Damien Chazelle, film ini menawarkan paranoia dan rasa takut sebagai sajian utamanya. Tidak heran jika Damien Chazelle, sutradara film ‘Whiplash’, menjadi kandidat untuk menyutradarai film ini. Tapi, Dan Trachtenberg ternyata sanggup mempersembahkan cerita sederhana ini menjadi mimpi buruk yang akan membuat Anda tutup mata sepanjang film berlangsung.

Jika ‘Cloverfield’ menggunakan monster sebagai menu utamanya, maka film ini mempersembahkan tensi sebagai senjata yang ampuh. Trachtenberg benar-benar ahli dalam menyampaikan informasi secara perlahan yang nantinya akan ia gunakan untuk “mengerjai” penonton. Tensi film ini bisa ia mainkan seperti layangan, kemudian benar-benar menjadi permainan roller coaster begitu memasuki babak ketiga.

Karakter-karakter yang dibuat oleh para penulis skripnya pun juga membantu Anda untuk ikut larut dalam kisah ini. Howard mungkin orang gila, tapi kegilaannya membuat Anda bertanya bagaimana bisa dia menjadi sosok seperti sekarang? Dan, Michelle adalah pahlawan yang Anda butuhkan untuk film semacam ini. Dia jenis perempuan yang benar-benar loncat ketika Anda ingin dia loncat, dan bukannya teriak-teriak histeris.

Film ini akan menjadi film yang gagal jika pembuatnya tidak bisa memilih aktor yang tepat. Dengan setting yang terbatas dan drama yang bertumpu pada pertanyaan “mungkinkah?”, ’10 Cloverfield Lane’ harus dimainkan oleh orang-orang yang jago akting. John Gallagher Jr. berhasil membuat Anda percaya dia bisa dihandalkan. Mary Elizabeth Winstead akan membuat Anda berteriak-teriak. Winstead lebih dari layak untuk membawa film ini di pundaknya. Dan John Goodman akan membuat Anda ingin menutup mata sekaligus mencabik-cabiknya.

Goodman memerankan Howard dengan sempurna sehingga Anda bisa memperhatikan detail-detail kecil yang membuat karakternya nampak menawan meskipun dia seorang penjahat. Seperti gunung yang bisa meletup setiap saat, Goodman membuat Howard terasa jauh lebih berbahaya.

’10 Cloverfield Lane’ adalah semua yang Anda harapkan dari sebuah thriller yang menegangkan. Paranoia, ruang sempit, rasa klaustropobik dan penjahat yang keren. Semakin Anda tidak mencari tahu soal film ini semakin bagus. Kadang kala, Anda memang harus membiarkan misteri itu terkubur rapat-rapat.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.

Sumber :

https://hot.detik.com/movie/read/2016/04/07/153555/3182319/218/10-cloverfield-lane-menyuguhkan-rasa-takut-di-ruang-sempit?hd771104bcj

Whatsapp