‘Cinderella’: Mendandani Kembali Sang Putri Sepatu Kaca

Dongeng klasik soal Cinderella, gadis remaja yang begitu susah menjalani hidup namun akhirnya tinggal bahagia bersama sang pangeran di kerajaan yang megah, sudah dikenal di seluruh penjuru dunia. Ada berbagai versi, dari Grimm Bersaudara yang lebih kejam, versi Disney yang meriah hingga versi Indonesia dengan nama Upik Abu. Dongeng ini barangkali bahkan jauh lebih terkenal daripada kisah para nabi.

Setelah ‘Mirror Mirror’ yang gagal total dan ‘Snow White and the Huntsman’ yang berhasil secara komersial namun dalam segi kualitas tidak bisa sombong membusungkan dada, dan reka ulang Sleeping Beauty dari sudut sang penjahat lewat ‘Maleficent’ tahun lalu, kali ini giliran si gadis dengan sepatu kaca yang mendapat giliran untuk dipermak untuk suguhan generasi digital.

Hasilnya ternyata menyenangkan. Paling tidak jika dibandingkan dengan ‘Maleficent’ atau bahkan ‘Alice In Wonderland’ yang terlalu gloomy itu, ‘Cinderella’ era Pinterest ini tetap memiliki aura dongeng yang kuat meskipun kita tetap bisa melihat efek visual yang mencengangkan. Kenneth Branagh sebagai sutradara berhasil mempersembahkan dongeng dengan visual yang penuh warna yang begitu melenakan. Kostum bikinan Sandy Powell, sentuhan art dari Dante Ferretti sebagai production designer dan mata Haris Zambarloukos di balik lensa kamera membuahkan hasil yang menggembirakan.

Dari departemen cerita, skrip Chris Weitz memang tidak menawarkan sesuatu yang baru. Weitz tetap setia dengan sumber aslinya meskipun dalam versi terbaru ini kita bisa melihat bagaimana kegigihan sang raja (Derek Jacobi) memaksa sang pangeran (Richard Madden, diimpor dari serial ‘Game of Thrones’) untuk mencari sang putri. Yang juga menarik adalah cara Weitz memanusiakan si ibu tiri (Cate Blanchett) dengan sentuhan-sentuhan halus tentang rasa insecure-nya karena tidak pernah dianggap sebagai pengganti yang pas untuk ibu Cinderella.

Masih fresh dari kemenangan Oscarnya tahun lalu lewat ‘Blue Jasmine’, Cate Blanchett membawakan peran ibu tiri dengan begitu gemilang. Anda bisa melihat kegilaannya dari pancaran sinar matanya. Di tangan Blanchett, si ibu tiri tampil se-fashionista Miranda Priestly.

Tapi, sesungguhnya yang membuat ‘Cinderella’ menjadi sebuah film yang layak tonton dan cukup bisa diterima bahkan jika Anda sudah dewasa dan terpaksa menonton film ini bersama keponakan atau putra-putri Anda adalah pemilihan Lily James sebagai sang tokoh utama. Bintang ‘Downtown Abbey’ ini berhasil memerankan si gadis menderita dengan cukup berkharisma sehingga Anda akan tetap mendukungnya meskipun Anda tahu bagaimana ceritanya akan berakhir. Lily terlihat sekali memiliki usaha yang besar untuk memberikan hati kepada karakter Cinderella sehingga tetap menjadi sosok yang terus menguras perhatian.

‘Cinderella’ hadir tepat di saat kita semua sudah mulai skeptis dengan kemasan baru dongeng lama versi Hollywood. Dan, semoga saja ketika Disney merilis versi baru ‘Beauty and the Beast’ tahun depan, ada semangat yang sama seperti putri yang happy-go-lucky ini.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.

Source : http://hot.detik.com/movie/read/2015/03/18/102245/2862008/218/cinderella-mendandani-kembali-sang-putri-sepatu-kaca

Whatsapp